Macam-macam Transaksi yang Dilarang (riba)

A.    Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam 

 

Dalam ekonomi islam, transaksi ekonomi yang dilakukan manusia memiliki aturan yang jelas. Oleh karena itu, apabila kita bertransaksi dalam ekonomi perlu berhati-hati agar tidak masuk pada transaksi yang dilarang. Berikut ini unsur-unsur transaksi yang dilarang dalam islam: [1]

1.      MAYSIR

Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya. Mengapa dilarang? Karena (1) permainan bukan cara untuk mendapatkan harta/keuntungan (2) menghilangkan keredhaan dan menimbulkan kebencian/dendam (3) tidak sesuai dengan fitrah insani yang berakal dan disuruh bekerja untuk dunia dan akhirat.

2.      GHARAR/TAGHRIR

Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya secara matematis dan rasional baik itu menyangkut barang (goods), harga (price) ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan barang (time of delivery). Taghrir dalam bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya. Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan jual beli. Taghrir dan tadlis terjadi karena adanya incomplete information yang terjadi pada salah satu pihak baik pembeli atau penjual. Karena itu, kasus taghrir terjadi bila ada unsure ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak (uncertain to both parties).

لاَتَشْتَرُوْاالسَّمَكَ فِى المَاءِ فَإِنَّهُ غَرَرٌ
Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jial beli seperti itu termasuk gharar, alias menipu”. (Riwayat Ahmad)[2]

3.      BATHIL

Akad jual beli ataupun kemitraan untuk mendapatkan keuntungan ataupun penghasilan, namun barang yang diperdagangkan ataupun projek yang dikerjakan adalah jenis barang atau kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah seperti kemitraan untuk memproduksi narkotika yang dipasarkan untuk umum ataupun mendirikan usaha casino atau cabaret tempat dansa-dansa.

4.      BAI’ AL MUDTARRA

Yaitu jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.

5.      IKRAH

Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh atau the state of emergency. Imam Ibnu Taimiyah ra mengatakan bahwa dalam keadaan darurat (state of emergency) seseorang yang memilik stock barang yang dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga pasar, jika dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk melakukan hal tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak. (Majmu al Fatawa, vol. 29 hal.300).

6.      GHABN

Adalah dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar (market price) tanpa disadari olehpihak pembeli. Ghabn ada dua jenis yakni: Ghabn Qalil (Negligible) dan Ghabn Fahish (Excessive). Ghabn Qalil: adalah jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat dimaklumi oleh pihak pembeli. Ghabn Fahish adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang cukup jauh bedanya.

7.      BAI' NAJASH

Dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara berpura-pura menawar barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya. Larangan Rasul saw: “..Janganlah kamu meminang seorang gadis yang telah dipinang saudaramu, dan jangan menawar barang yang sedang dalam penawaran saudaramu; dan janganlah kamu bertindak berpura-pura menawar untuk menaikkan harga..”

8.      IHTIKAR

Adalah menumpuk-numpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang lebih mahal dari harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih cepat dan banyak. Para ulama tidak membatasi jenis barang dan jasa yang ditumpuk tersebut asalkan itu termasuk dalam kebutuhan essential, maka Ihtikar adalah dilarang. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang & jasa kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu kesalahan.”
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَا طِئٌ
Tidak ada orang yang menimbun kecuali bersalah.[3]

9.      GHISH

Menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan subject matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi membatalkan transaksi tersebut.

10.  TADLIS

Adalah tindakan seorang peniaga yang sengaja mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan lebih banyak Tindakan “oplos” yang hari ini banyak dilakukan termasuk kedalam kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering melakukan ‘inspeksi mendadak’ ke pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para pelaku pasar dan menghindari konsumen dari kerugian.

B.     RIBA

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.[4] Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.[5] Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.[6]

1.      Dasar pelarangan riba :

Penyebab dilarangnya riba karena lebih mengandung unsur eksploitasi terhadap kaum fakir miskin, dari faktor bunganya[7]:
a.       Al-Qur’an
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا لاَ تَأْ كُلُواْ أَمْو لَكُمْ بِالبطِلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bahtil.[8]

يايهالذينءامنوالاتاكلواالربوااضعفامضعفةواتقواالله لعلكم تفلحون
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran:130).[9]

 “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al Baqarah: 278-279) [10]
b.      Hadits
• Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah).
• Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”. (HR.Muslim).

2.      JENIS – JENIS RIBA

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah. Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar al Haitsami: “Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl, riba al yaad, dan riba an nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaitu riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al Qur’an dan hadits Nabi :[11]
a.       Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
b.      Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
c.       Riba Fadhl Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d.      Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

3.      Sebab haramnya riba :[12]

a.       Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya, firman Allah :
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّ بَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharankan riba (Al-Baqarah : 257)
b.      Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada imbalannya, seperti seseorang menukarkan uang kertas Rp10.000 dengan uang recehan senilai Rp9.950 maka uang Rp50 tidak ada imbalannya, maka uang senilai Rp l50 adalah riba.
c.       Dengan melakukan riba, orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut syara’.
d.      Riba menyebabkan putusnya perbuataan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang- piutang menghilangkan faidah utang- piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin dari pada menolong orang miskin.


4.      DAMPAK RIBA

Seorang muslim meyakini bahwa segala sesuatu yang diharamkan Allah pasti berdampak buruk terhadap manusia. Karena Allaah Maha Bijaksana dan tidak mungkin melarang sesuatu yang berguna bagi hambaNya.
Tak ayal lagi, riba yang diharamkan oleh Allah yang merupakan salah satu dosa besar pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat dan ekonomi. Berikut ini penjelasan beberapa dampak buruk riba.
a.       Dampak Riba terhadap Pribadi
Abdul Aziz Ismail (dosen di salah satu fakultas kedokteran di Mesir) dalam bukunya “Islam dan Kedokteran Modern” menyatakan bahwa riba merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit gangguan jantung. Dikarenakan seorang Murabi (rentenir/pelaku riba) memiliki sifat tamak dan kikir terhadap harta bahkan sampai pada tahap sebagai pemuja harta. Padahal roda ekonomi berputar tidak selamanya searah dan teratur. Maka tatkala terjadi gunjang ganjing ekonomi tidak jarang penyakit jantung, bahkan berakibat stroke, pendarahan di otak dan mati mendadak.
Seorang murabi sebagai pemuja harta tidak memiliki sifat belas kasih. Padahal sifat belas kasih sangat dibutuhkan oleh setiap pribadi. Karena sifat ini merupakan ciri khas manusia maka orang yang tidak memilikinya dikatakan tidak berperikemanusiaan. Dalam kenyataannya, rentenir dikenal dengan julukan lintah darat, dimana dia menghisap darah orang yang diberi kredit tanpa rasa belas kasih. Dia tidak memperdulikan isak tangis dan rintihan orang yang diberinya kredit untuk diberi kesempatan agar dapat membayar hutang dan bunganya. Dia serta merta menyita rumah dan tanah penerima kredit untuk menutupi hutang dan bunga tanpa memikirkan kondisi si miskin
Dan sifat prikemanusiaan tersebut bukan saja dicabut dari hati murabi perorangan, termasuk juga murabi dalam bentuk sebuah institusi.
b.      Dampak Riba terhadap kehidupan bermasyarakat
Ciri khas masyarakat madani ditandai dengan hubungan saling mengasihi dan saling mencintai antara individu anggota masyarakat, bagaikan satu tubuh. Bila salah satu organnya sakit maka organ yang lain juga merasakan perihnya. Kondisi ini tidak mungkin tercipta, jika terdapat seorang anggota masyarakat yang melakukan praktik riba. Karena ia tanpa perikemanusiaan selalu berusaha menghisap harta setiap anggota masyarakat yang lainnya.
Bila para penerima pinjaman tersebut sudah tidak lagi memiliki rumah tempat dan lahan bercocok tanam untuk menutupi kebutuhan pokok mereka dan keluarganya, sangat mungkin mereka akan menempuh jalan pintas yang tidak terhormat guna menyambung hidup mereka dan anak-anak mereka. Maka bermunculanlah berbagai tindak kejahatan: pencurian, penodongan, perampokan, dan lain sebagainya. 
Demikian hilanglah rasa aman dan ketentraman dalam masyarakat tersebut berganti menjadi: ketakutan, penindasan, dan tidak jarang berakhir dengan pembunuhan. 
c.       Dampak riba terhadap Ekonomi
Banyak akibat buruk riba yang dijelaskan oleh para ekonom muslim dan non muslim terhadap ekonomi, di antaranya : 
1)      Riba merusak sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan penggerak utama roda ekonomi. Maka rusaknya sumber daya manusia berarti rusaknya ekonomi Negara tersebut. Ar Razy (wafat 606 H) dalam tafsirnya menjelaskan bagaimana peranan riba menciptakan manusia yang malas bekerja dan takut mengambil resiko untuk mengembangkan hartanya. 
2)      Riba merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi
Inflasi adalah keadaan perekenomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak menurunnya daya beli sebuah mata uang. Penyebab utama terjadinya inflasi adalah riba, karena produsen yang mendapatkan modal dari pinjaman berbunga pasti akan menambahkan bunga yang harus dibayarnya kepada debitur, dengan memasukkannya ke dalam harga barang yang diproduksinya. Jadi harga jual barang yang diproduksi sama dengan biaya produksi ditambah bunga. Dapat dibayangkan betapa besar kezaliman yang diakibatkan oleh riba yang merupakan penyebab utama inflasi. Dimana lebih dari 200 juta penduduk Indonesia akan merasakan dampaknya, yaitu berkurangnya daya beli uang yang mereka dapatkan dari hasil jerih payah yang dikumpulkan dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Lalu daya beli uang yang terkumpul tersebut mendadak turun dalam sekejap mata saat terjadi hiperinflasi.
3)      Riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
Seorang ekonom ternama Jhon Maynard Keynes menyimpulkan bahwa riba merupakan penghalang utama kemajuan gerak ekonomi. Ia berkata, “suku bunga menghambat pertumbuhan ekonomi, karena suku bunga menghalangi lajunya gerak modal menuju kebebasan. Jika suku bunga mungkin dihapuskan maka modal akan bergerak laju dan tumbuh dengan cepat.
4)      Riba menciptakan kesenjangan social
Kesenjangan social di berantas oleh Islam dengan penerapan zakat dan pelarangan riba. Karena Islam menginginkan harta yang merupakan karunia Allaah selayaknya dinikmati oleh sebanyak mungkin umat manusia. Saat menjelaskan pembagian rampasan perang Allaah menyebutkan hikmahnya yaitu : keadilan social di segenap lapisan umat. Allaah berfirman, Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Al quran al Hasyr ayat 7.[13]






A. Kesimpulan
1.    Transaksi yang dilarang dalam islam
a.       Maysir
b.      Gharar/Taghrir
c.       Bathil
d.      Bai’ Al Mudtarra
e.       Ikrah
f.       Ghabn
g.      Bai' Najash
h.      Ihtikar
i.        Ghish
j.        Tadlis
2.      Riba sangat dilarang Islam karena menimbulkan banyak kerugian.






DAFTAR PUSTAKA

Qardhawi, Yusuf. Halal Haram Dalam Islam, 2011. Surakarta : Era Adicitra Intermedia.
Saeed, Abdullah. Bank Islam Dan Bunga, 2004. Yogyakarta : Puetaka Pelajar.
Saeed, Abdullah. Islamic Banking And Interest: A Study Of The Prohibition Of Riba And Its Contemporary Interpretation, (Leiden: EJ Brill, 1996).
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah, 2014. Jakarta : Raja Wali Pers.
Syafi’i, Muhammad Antonio. Bank Syari’ah : Wacana Ulama Dan Cendikiawan, Central Bank Of Indonesia And Tazkia Institite. Jakarta, 1999.
Syafi’i. Muhammad Antonio. Bank Syari’ah Dari Teori Kepraktek, 2001. Jakarta : Gema Insani Press.
Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, 2008. Jakarta : Sinar Grafika.
http://www.angsuransyari.com/index.php/bmb-blog/7-mengapa-kita-harus-menjauhi-riba


[2] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, 2014. Jakarta : Raja Wali Pers., hlm. 81
[3] Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, 2011. Surakarta : Era Adicitra Intermedia., Hlm. 360
[4] Abdullah Saeed, Islamic Banking And Interest: A Study Of The Prohibition Of Riba And Its Contemporary Interpretation, (Leiden: EJ Brill, 1996).
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah : Wacana Ulama Dan Cendikiawan, Central Bank Of Indonesia And Tazkia Institite. Jakarta, 1999.
[6] Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, 2008. Jakarta : Sinar Grafika.,Hlm. 88
[7] Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga, 2004. Yogyakarta : Puetaka Pelajar., Lm. 75
[8] Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, 2008. Jakarta : Sinar Grafika.,Hlm 88
[9] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Kepraktek, 2001. Jakarta : Gema Insani Press.,hlm 49
[10] Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, 2011. Surakarta : Era Adicitra Intermedia., hlm. 371
[11] Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, 2008. Jakarta : Sinar Grafika., hlm. 92
[12] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 2014. Jakarta : Rajawali Pers., hlm. 58
[13] http://www.angsuransyari.com/index.php/bmb-blog/7-mengapa-kita-harus-menjauhi-riba

0 Response to "Macam-macam Transaksi yang Dilarang (riba)"

Posting Komentar