PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Meskipun disadari, definisi tidak pernah dapat ditampilkan dengan sempurna. Pengertian maupun maksud dari
sesuatu yang dikandungnya, disamping setiap orang selalu berbeda gaya dalam
mendefinisikan suatu masalah, pada setiap penyelidikan permulaan suatu ilmu
sudah lazim dibuka dengan pembicaraan definisinya. Kebijaksanaan ini ditepuh,
mengingat bahwa dalam keanekaragaman itu terdapat persamaan - persamaan prinsip
yang dapat mengantarkan kepad garis besar masalah. Karena itu definisi yang
bertugas sebagai pembuka pintu tidak tidak mengandung bahaya selama kita
memandangnya sebagai tempat pengenalan semantara yang dapat digeser kearah
kesempurnaan lebih lanjut.
Dalam ilmu logika yang mempelajari mengenai cara
berpikir terkadang kita akan menjumpai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip
logis yang menyebabkan terjadinya kesesatan atau kesalahan dalam penalaran. Hal
ini tentunya dapat memicu permasalahan akibat dari salah penafsiran atau salah
menarik kesimpulan.
Istilah teknis kekeliruan adalah sofisme. Yang dimaksut
dengan kekeliruan adalah pemikiran yang menyasatkan. Menyesatkan karena
nampaknya benar, namun tetapi sebenarnya tidak. Tetapi pengertian kekeliruan
juga dapat diterapkan pada setiap aksi akal budi yang tidah sah karena
sebenarnya kekeliruan ini disebabkan tidak mematuhi hukum- hukum atau
aturan-aturan pemikiran.
Dalam ilmu logika sendiri, secara umum kesesatan atau
kekeliruan berpikir dibagi menjadi tiga (3) bab yaitu kekeliruan formal,
kekeliruan informal dan kekeliruan penggunaan bahasa, namun pemakalah menemukan
penyebab lain yaitu kekeliruan karena pikiran kacau. Maksut dari pembuatan
makalah ini penulis akan mencoba untuk menjabarkan mengenai kesesatan berpikir
atau kekeliruan berpikir.
B. Rumusan Masalah.
Rumusan masalah yang akan penulis jabarkan disini adalah.
1. Apa itu
Kekeliruan Berpikir?
2. Apa Saja
Macam-Macam Kekeliruan Berpikir?
C. Tujuan Masalah.
1. Agar pembaca mengetahui pengertian dari
Kekeliruan Berpikir.
2. Supaya pembaca tahu mengenai macam-macam kekeliruan
berpikir.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekeliruan logika
Logika adalah bahasa latin berasal dari kata Logos yang
berarti perkataan atau sabda.Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya
adalah Mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti
berkata atau berucap.
Dalam bahasa sehri – hari kita sering mendengar
ungkapan serupa: alasannya tidak logis, logis,yang di maksud dengan logis adalah masuk akal dan tidak logis
adalah sebaliknya. Dlam buku Logic and Language of education mantiq disebutb
sebagai “penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir benar”,
sedangkan dalam kamus munjid disebut sebagai “hukum yang memelihara hati nurani
dari kesalahan dalam berpikir” Prof.Thaib Tahrir A. Mui’in membatasi dengan
“Ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu
kebenaran”. Sedangkan Irving M Copi menyatakan: “Logika adalah ilmu yang
mempelajari metode dan hukum- hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dari penalaran yang salah”.
Kata logika rupa-rupanya dipergunakan pertama kali oleh
Zeno dari Citium, kaum Sofis, Sokrates dan Plato harus dicatat sebagai perintis
lahirnya logika, Logika lahir atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa.
B. Pengertian Kekeliruan Berfikir
Perkataan fallacy dalam bahasa Inggris secara umum
berarti gagasan atau keyakinan yang salah (palsu), dalam arti teknis yang
sempit itu perkataan fallacy kita terjemahkan dengan istilah “Kerancuan
berfikir” atau “Berfikir rancu” yang semuanya menunjuk pada jalan pikiran yang
tidak tepat atau keliru. Jadi, kekeliruan berfikir adalah bentuk-bentuk atau
jenis-jenis argument yang tidak tepat atau yang salah (incorrect argument).[1]
C. Macam-Macam Kekeliruan Berfikir.
Dalam ilmu logika kekeliruan berfikir terbagi menjadi
tiga yaitu kekeliruan formal, kekeliruan informal dan kekeliruan karena
penggunaan bahasa.
1. Kekeliruan Formal.
Kekeliruan formal adalah bentuk-bentuk jalan pikiran
yang keliru yang memperlihatkan bentuk-bentuk luar yang sama dengan
bentuk-bentuk argument yang valid. Terdapat beberapa contoh kekeliruan formal
yaitu[2]:
a.
Fallacy of four terms
(kekeliruan karena menggunakan empat term).
Kekeliruan berpikir karena menggunakan empat term dalam
silogisme. Ini terjadi karena term penengah diartikan ganda. sedangkan dalam
patokan diharuskan hanya terdiri dari tiga term. Seperti :
Orang yang berbuat
criminal harus dihukum
Dia adalah seorang
criminal
Jadi, Dia harus dihukum
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang yang berpenyakit
panu dapat menularkan penyakitnya, jadi orang yang panuan harus diasingkan.
b.
Fallacy of undistributed
middle (kekeliruan karena kedua term penengah tidak mencakup).
Kekeliruan berpikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah
mencakup.
Contoh:
Orang yang terlalu banyak masalah kurus. Dia kurus
sekali, karena itu tentulah ia banyak masalah.
Orang yang suka berjemur kulitnya hitam. Gadis itu
berkulit hitam, karena itu tentulah ia suka berjemur.
c.
Fallacy of illcit process
(kekeliruan karena proses tidak benar).
Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup
(undistributed) tetapi dalam konklusi mencakup.
Contoh:
Gajah adalah binatang. Ular bukanlah gajah, karena itu
ular bukanlah binatang.
d.
Fallacy of two negative
premises (kekeliruan karena menyimpulkan dari dua premis negative).
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari
dua premis negative. Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa di tarik
konklusi.
Contoh:
tidak satu pun barang yang itu murah dan semua barang
di toko itu adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.
e.
Fallacy of affirming the
consequent (kekliruan karena mengakui akibat).
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena
membenarkan akibat kemudian membenarkan pula sebabnya.
Contoh: Bila presiden A terpilih, Ekonomi akan lebih
baik, Sekarang ekonomi lebih baik, jadi presiden A terpilih.
f.
Fallacy of denying
antecedent (kekeliruan karena menolak sebab).
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena
mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh: jika presiden datang maka semua orang kkan
mengerumuni, sekarang presiden tidak datang, jadi orang-orang tidak
mengerumuni.
g.
Fallacy of Disjunction
(kekeliruan dalam bentuk disyungtif).
Kekeliruan berpikir terjadi dalam silogisme disyungtif
karena mengingkari alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain.
Padahal menurut patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak
terlaksananya alternative yang lain.
Contoh: Ani pergi ke Jepara atau ke Kudus. Ternyata Ani
tidak ada di Jepara. Berarti Ani di Kudus. (padahal bisa saja Ani tidak di
Jepara maupun di Kudus.
h.
Fallacy of Incosistency
(kekeliruan karena tidak konsisten).
Kekeliruan berpikir karena tidak runtutnya pernyataan
yang satu dengan pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh: Tugas makalah saya sudah sempurna, hanya saja
saya harus melengkapi sedikit kekurangannya.
2. Kekeliruan Informal.
Pada kerancuan informal tidak terjadi pelanggaran
terhadap aturan-aturan formal dalam berargumen, sekurang-kurangnya tidak
terjadi pelanggaran secara langsung terhadap aturan aturan formal. Meskipun
demikian, kesimpulan yang diajukan atau ditarik sesungguhnya tidak mendapat
dukungan premis-premis yang diajukan dalam argument yang bersangkutan.[3] Berikut
dibawah ini adalah kekeliruan informal:
a.
Fallacy of Hasty
Generalization (kekeliruan karena membuat generalisasi yang terburu-buru).[4]
Yaitu, mengambil kesimpulan umum dari kasus individual
yang terlampau sedikit, sehingga kesimpulan yang ditarik melampaui batas
lingkungannya.
Contoh: Dia seorang yang cantik, mengapa sombong?.
Kalau begitu orang cantik memang sombong.
b.
Fallacy of Forced
Hypothesis (kekeliruan karena memaksakan praduga).
Yaitu, kekeliruan berpikir karena menetapkan kebenaran
suatu dugaan.
Contoh: Seorang mahasiswa pergi ke kampus dengan wajah
dan pakaian lusuh sekali, seorang temannya menyatakan bahwa itu semua adalah
kebiasaan yang sering sekali dilakukan dalam kehidupanya, padahal sebenarnya
wajah dan baju lusuh itu karena akibat sakit.
c.
Fallacy of Begging the
Question (kekeliruan karena mengundang permasalahan).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengambil konklusi
dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh: Pengacara X memang luar biasa hebatnya (disini
orang hendak membuktikan bahwa pengacara X memang hebat dengan banyaknya Clien,
tanpa bukti kualitasnya diuji terlebih dahulu ).
d.
Fallacy of Circular
Argument (kekeliruan karena menggunakan argument yang berputar).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menarik konklusi dari
satu premis kemudian konklusi tersebut dijadikan sebagai premis sedangkan
premis semula dijadikan konklusi pada argument berikutnya. Contoh: Prestasi
kampus X semakin menurun karena banyaknya mahasiswa yang malas. Mengapa banyak
mahasiswa yang malas ? karena prestasi kampus menurun.
e.
Fallacy of Argumentative
leap (kekeliruan karena berganti dasar).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan
yang tidak diturnkan dari premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari
dasar semula.
Contoh: Pantas ia memeiliki harta yang melimpah, sebab
ia cantik dan berpendidikan tinggi.
f.
Fallacy of Appealing to
Authority(kekeliruan karena mendasarkan pada otoritas).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mendasarkan diri pada
kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di
luar otoritas ahli tersebut.
Contoh: Shampo merk X sangat baik mengatasi kerontokan,
sebab Agnes Monica mengatakan demikian.
(Agnes Monica adalah seorang penyanyi, ia tidak mempunyai
otoritas untuk menilai baik tidaknya shampoo sebab ia adalah penyanyi bukan
pakar kesehatan rambut).
g.
Fallacy of Appealing to
force (kekeliruan karena mendasarkan diri pada kekuasaan).
Yaitu kekeliruan berpikir karena berargumen dengan
kekuasaan yang dimiliki, seperti menolak pendapat/argument seseorang dengan
menyatakan seperti ini.
Contoh: Anda masih saja membantah dan tidak terima
dengan pendapatku, kamu itu siapa dan sejak kapan kamu duduk sebagai anggota
Dewan ?, aku ini sudah lebih lama dari pada kamu.
h.
Fallacy of Abusing
(kekeliruan karena menyerang pribadi).
Yaitu, kekeliruann berpikir karena menolak argument
yang dikemukakan seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh: Jangan dengarkan pendapatnya tuan X karena ia
pernah masuk penjara.
i.
Fallacy of Ignorance
(kekeliruan karena kurang tahu).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menganggap bila lawan
bicara tidak bisa membuktikan kesalahan argumentasinya, dengan sendirinya
argumentasi yang dikemukakannya benar.
Contoh: kalau kau tidak bisa membuktikan kalau setan
itu tidak ada, maka jelaslah pendapatku benar bahwa setan itu tidak ada.
j.
Fallacy of Complex question
(kekeliruan karena pertanyaan yang ruwet).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengajukan pertanyaan
yang bersifat menjebak.
Contoh: apakah engkau sudah menghentikan kebiasaan
memukuli istrimu? (pertanyaan ini menjebak karena jika dijawab “Ya” maka
berarti si suami pernah memukuli istrinya. Jika dijawab “Tidak” maka berarti si
suami terus memukuli istrinya. Padahal barangkali si suami tidak pernah memukuli
istrinya).
k.
Fallacy of
oversimplification (kekeliruan karenan alasan terlalu sederhana).
Yaitu kekeliruan berpikir karena berargumen dengan
alasn yang tidak kuat atau tidak cukup bukti.
Contoh: Dia adalah siswa terpandai di kelasnya, karena
dia mempunyai banyak teman.
l.
Fallacy of Accident
(kekeliruan karena menetapkan sifat).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menetapkan sifat bukan
keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh: Bahan hidangan untuk pesta besok sudah dibeli tadi pagi. Bahan hidangan
untuk pesta yang dibeli tadi pagi sudah busuk. Jadi, hidangan untuk pesta
sekarang sudah busuk.
m.
Fallacy of irrelevant
argument (kekeliruan karena argument yang tidak relevan).
Yaitu kekeliruan
berpikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah
yang jadi pokok pembicaraan.
Contoh: Kau tidak
mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang ke perjamuan
itu?
n.
Fallacy of false analogy
(kekeliruan karena salah mengambil analogi).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menganalogikan dua
permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh: Manusia butuh makanan agar tetap hidup, itu
berarti sepeda motor juga perlu makanan untuk dapat hidup.
o.
Fallacy of Appealing to
Pity (Kekeliruan karena mengundang
belas kasih ).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menggunakan uraian
yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan konklusi yang di harapkan.
Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan uraian-uraian yang menarik
belas kasian agar kesimpulan menjadi lain, padahal masalahnya berhubungan
dengan fakta, bukan pada perasaan inilah letak kekeliruaannya. Kekeliruan pikir
ini sering d gunakan dalam peradian oleh pembela atau terdakwah, agar hakim
memberikan keputuan yang sebaik-baiknya.
Contoh: dalam kasus seorang anak muda yang diadili
karena membunuh ibu ayahnya sendiri dengan kapak, memohon kepada hakim untuk
memberikan keringanan hukuman dengan alasan bahwa ia adalah seorang yatim
piatu.
3. Kekeliruan Karena Penggunaan Bahasa.
Kesesatan ini terjadi karena kurang tepatnya kata-kata,
frase-frase, atau kalimat-kalimat yang dipakai untuk mengekspresikan pikiran.[5]
Kekeliruan ini terbagi menjadi lima macam yaitu:
a.
Ekuivokasi
Dalam setiap bahasa selalu terdapat perkataan-perkataan
yang mempunyai lebih dari satu arti. Kerancuan ekuivokasi akan terjadi, jika
perkataan yang sama digunakan dalam arti yang berbeda di dalam konteks yang
sama.[6]
Contoh: Semua bintang adalah benda astronomis. Jhonny
Deep adalah seorang bintang. Jadi, Jhonny Deep adalah suatu benda astronomis.
b.
Amphiboly
Kesesatan ini terjadi bukan karena penggunaan suatu
kata yang ambigu, tetapi karena penggunaan suatu frase atau suatu kalimat
lengkap yang ambigu.[7]
Contoh: Terbungkus dalam sebuah Koran gadis cantik itu
membawa tiga potong pakaiannya yang baru.
c.
Aksentuasi
Kesesatan ini terjadi karena suatu aksen yang salah
atau karena suatu tekanan yang salah dalam pembicaraan. Suatu tekanan suara
yang salah diletakkan pada suatu kata yang diucapkan sehingga menyesatkan,
membingungkan, atau menghasilkan suatu interpretasi yang salah[8].
Contoh: Ibu, ayah pergi (yang hendak dimaksud adalah
ibu dan ayah si pembicara sedang pergi. Tetapi karena ada penekanan pada kata
ibu, maknanya menjadi pemberitahuan pada ibu bahwa ayah baru saja pergi).
d.
Komposisi
Kesesatan ini terjadi karena penyebutan secara kolektif
apa yang seharusnya disebut secara individual.
Contoh: Kuda tersebar di seluruh dunia.
[9]Tiap-tiap
bagian dari sebuah mobil adalah ringan, karena itu mobil adalah benda ringan.
e.
Divisi
Kesesatan ini terjadi ketika kita menyebut secara
individual apa yang seharusnya disebut secara kolektif.
Contoh: Sebuah mobil adalah berat, karena itu tiap-tiap
bagian dari mobil adalah berat.
4. Kekeliruan Karena Pikiran Kacau
a.
mencampurakan dengan hal yang
kebetulan dengan hal yang hakiki atau anggapan yang menyatakan bahwa sesuatu
selalu benar, padahal sesuatu hanya benar pada keadaan tertentu, misal :
kendaraan bermotor menyababkan banyak
kecelakaan, maka kendaraan bermotor haruslah dilarang.
b.
sah hanya dalam arti
tertentu, tetapi kemudian dimutlakkan.
Misal :
Dia
adalah seorang ayah yang baik
Maka
dia adalah orang yang baik
c.
ignoratio elenchi, yakni kekeliruan yang terjadi karena orang
menghindari dari persoalannya, dan membuat kesimpulan yang tidak berhubungan.
Biasanya lalu menggunakan prasangka dan cara-cara emosinal.[10]
1)
Argumen ad hominem : di sini si pribadi yang dijadikan pusat
perhatian, bukan persoalannya.
2)
Argumen ad populum : membangkitkan prasangka kelompok.
3)
Argumen ad misericordiam : sesuatu seruan untuk membangkitkan belas
kasihan.
4)
Argumen ad verecundiam : suatu seruan untuk membangkitkan rasa
malu.
5)
Argumen ad baculum : menggunakan kekuatan, ancaman, tekanan dan
sebagainya dalam memenangkan atau menyakinkan suatu hal.
6)
Kadang-kadang orang
membuktikan terlalu banyak sehinggal praktis sebenarnya tidak membuktikan
apa-apa.
7)
Kadang-kadang orang
membuktikan terlalu sedikit sehingga akibatnya juga tidak memberikan
pembuktian.
d.
Petitio pricipii begging the question : menganggap sebagai benar
dan menggunakannya sebagai premis justru kesimpulan yang masih dibuktikan.
e.
Memcampurkan bukan sebab
dan sebab.[11]
1)
Post hoc ergo propter hoc : sesuatu kebetulan terjadi sesudahnya
sesuatu lain, kemudian ada orang yang berkesimpulan bahwa hal yang mendahului
(dalam waktu) sesuatu yang lain yang kebetulan terjadi sesudah terjadinya suatu
kejadian sebagai sebabnya.
2)
Suatu kondisi atau syarat
atau kesepakatan dianggap sebagai sebab
3)
Bukan premis dianggap
sebagai premis.
f.
Argumen ad ignorantiam : berkesimpulan
bahwa A harus diterima karena non-A tidak dapat ditunjukan, tidak dapat
dibuktikan.
g.
Menyembunyikan fakta, yakni
hanya memilih fakta-fakta pendapat-pendapat, ucapan-ucapan atau kewibawaan yang
menukung suatu pendapat dan menyembunyikan segalanya yang melawan pendapat
tersebut.[12]
h.
Analogi palsu, yakni
pemikiran analogi induktif tetapi terdapat perbedaan serius
i.
Non sequitur : menganggap suatu kesimpulan muncul dari
premis-premis yang ada, padahal kenyataanya sama sekali tidak. jadi, praktis
semua pemikiran yang tidak sah adalah membuat kekeliruan Non sequitur.
j.
Kekeliruan “beberapa”,
“banyak”, “kebanyakan”, menjadi semua.
k.
Berbagai pertanyaan
dianggap satu.
l.
Asumsi salah.
m.
Argumen a silentio : berkesimpulan bahwa ssuatu fakta tidak ada
karena tiadanya catatan tentang itu.
n.
Ipse dixit: ini suatu bentuk memberhakan kewibawaan, sehingga
praktis merupakan pemberhalaan akal budi.
o.
Mengutip lepas dari konteks
p.
Mengutuk sumber
q.
Kekeliruan serba-konkret.[13]
DAFTAR
PUSTAKA
Arief, B Sidharta. Pengantar Logika, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2010).
Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012).
Poespoprodjo. logika scientifika.
(bandung : purtaka grafika, 1999).
Raga, Rafael Maran. Pengantar Logika. (Jakarta: PT Grasindo,
2007).
[1] B.
Arief Sidharta, Pengantar Logika,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hlm. 59.
[2]
Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2012), hlm. 211.
[3]
OpCit, hlm.59-60
[4]
OpCit, hlm.214.
[5]
Rafael Raga Maran, Pengantar Logika,
(Jakarta: PT Grasindo, 2007), hlm.189.
[6]
OpCit, hlm.65.
[7]
Rafael Raga Maran, Loc.Cit
[8]
Ibid, hlm. 190.
[9] Poespoprodjo,
Logika Scientifika, (Bandung :
Purtaka Grafika, 1999) hlm. 252
[10]
Ibid, hlm. 253
[11]
Ibid, hlm. 254
[12]
Ibid, hlm. 258
[13]
Ibid, hlm. 260
0 Response to "Kekeliruan logika"
Posting Komentar