Sumber Hukum



BAB I
PENDAHULUAN
  A.     Latar Belakang
Berbicara mengenai hukum pada umumnya yang dimaksud dengan hukum merupakan keseluruhan kumpulan-kumpulan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam sujatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum terdiri dari ikatan-ikatan Antara individu dan masyarakat dan antar individu itu tersendiri.
Hukum merupakan hal yang penting untuk mengatur kehidupan, baik secara skala kacil maupun skala besar.
Sebelum melangkah lebih jauh mengenai hukum, di sini penulis mencoba memaparkan sedikit mengenai sumber hukum atau asal mula hukum.

  B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Sumber Hukum ?
2.      Apa macam-macam sumber hukum ?
3.      Bagaimana teori keadilan ?

  C.     Tujuan Penelitian
1.      Supaya Mahasiswa mengetahui pengertian pengertian sumber hukum.
2.      Supaya Mahasiswa mengetahui macam-macam sumber hukum.
3.      Supaya Mahasiswa mengetahui teori keadilan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Sumber Hukum

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala sesuatu atau apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.[1]

B.  Macam – Macam Hukum

1.    Sumber hukum dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:[2]

a.    Sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, folsafat dan sebagainya. Contoh : seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbunya hukum.
b.    Sumber hukum formal Antara lain :
1)   Peraturan perundang-undangan (statute)
Undang-undang ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh pengusana Negara. Menurut Buys, undang-undang mempunyaiu dua arti :
a)    Undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya.
b)   Undang-undang dalam arti material ialah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
2)   Kebiasaan (costum)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabilasuatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah sebuah kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3)   Keputusan-keputusan hakim (yurisprudensi)
Yurisprudensi yaitu ketentuan-ketentuan umum tentang perundang-undangan untuk Indonesia yang dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang dimuat dalam Staasblad 1847 No. 23, dan hingga saat ini masih berlaku berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan:”segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadsakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
4)   Traktat (treaty)
Apabila dus orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang suatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkukan terikat pada isu perjanjian yang mereka adakan itu (pact sont servanda).[3]
Pacta sunt servanda yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati dan tepati.
5)   Doktrin (pendapat sanjana hukum)
Pendapat para sarjana hukum yang terlama juga mempunyai kekuasaan dan pengarus dalam pengambilam keputusan oleh hakim.
Dalam yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang kepada pendapat seorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya, apalagi sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut. Terutama dalam hubungan Internasional, pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar. Dalam hukum Internasional pendapat sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sang penting.

2.    Sumber hukum menurut beberapa ahli

a.    ALGRA membagi hukum menjadi sumber hukum materiil dan sumber hukum formil :[4]

Sumber hukum materiil ialah tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya: hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social nekonomis, tradisi(pandangan keagamaan, kesusilaan) , hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalu lintas), perkembangan internasional, keadaan geografis. Ini semuanya merupakan obyek studi penting bagi sosiolgi hukum.
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini terkait dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Iyalah undang-undang, perjanjian antar Negara, yuris prudensi, dan kebiassaan

b.    Van APELDOORN membedakan empat macam sumber hukum yaitu :[5]

1.    Sumber hukum dalam arti histori, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi hisroris. Sumber hukum dalam arti historis ini dibagi lebih lanjut menjadi dua, yaitu :
a.       Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenal hukum secara historis : dokumen-dokumen kuno dll.
b.      Sumber hukum yang merupakan tempat pembentuk undang-undang mengambil bahannya.
2.    Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan factor-faktor yang menentuikan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama dll.
3.    Sumber hukum dalam arti filosofis, yang dibagi lebih lanjut menjadi dua :
a.    Sumber isi hukum : disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini, yaitu :
-          Pandangan theocratis : menurut pandangan ini isi hukum berasal dari Tuhan.
-          Pandangan hukum kodrat : menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia.
-          Pandangan mazab hoistoris : menurut pandangan ini isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
b.    Sumber kekuatan mengikat dari hukum : mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bikan semata-mata didasarkan pada kakuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.
4.    Sumber hukum dalam arti formil : yang dimaksudkan ialah sumber dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk. Isinysa timbul dari kesadaran rakyat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan dan traktat atau perjanjian antar Negara.

Menurut TAP MPR no. III/2000 sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila, sedangkan tata urutan perundang-undangan adalah :[6]

1.      Undang-undang Dasar 1945, yang merupakan sumber dasar tertulis Negara Republik Indonesia dan memuad dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara. Undang-undang Dasar 1945 yang semula dianggap kramar dan tidak boleh diubah, sejak 19 Oktober 1999 telah mengalami 4 kali amandemen. Undang-undang Dasar adalah produk hukum dan sebagai hukum yang fungsinya adalah melindungi kepentingan manusia maupun masyarakat yang selalu dinamis hahur berkembang mengikuti perkembangan (kepentingan) masyarakat, sehingga tidak boleh statis
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.      Undang-undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama presiden untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 serta ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang dibuat oleh Presiden dalam hal ikhwal kepentingan dengan ketentuan :
a.       Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan
b.      DPR dapat menerima atau menolak dengan tidak mengadakan perubahan
c.       Jika dotolak maka harus dacabut
5.      Peraturan pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan pemerintah undang-undang. [7]
6.      Keputusan Presiden bersifat mengatur dan dibuat oleh presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksaan administrasi Negara dan administrasi pemerintahan.
7.      Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
a.       Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPR Provinsi dengan Gubernur.
b.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPR Kabupaten Kota bersama Bupati/Walikota.
c.       Peraturan Desa atau setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

c.    Menurut E.Utrecht

Sumber-sumber hukum materiil yaitu perasaan hukum (keyakinan hukum) individu dan pendapat umum (public opinion) yang menjadi determinan material membentuk hokum menentukan isi dari hokum, sedang sumber-sumber hokum formil, yang menjadi determinan formil membentuk hokum (formile determinanten van de rechtsvorming) menentukan berlakunya dari hukum.

d.   Menurut Prof.Mr.Dr.L.J. Apeldoorn, sumber hokum material melitputi:[8]

1.    Sumber hokum dalam arti Sejarah
Ahli sejarah memakai perkataan sumber hokum dalam arti:
a.    Dalam arti sumber pengenalan hokum, yakni semu tulisan, document, inskripsi, dan sebagainya, dari mana kitaa dapat belajar mengenal hokum sesuati bangsa pada sesuatu waktu.
b.    Dalam arti sumber-sumber dari mana pembenyuk undang-undang memperoleh bahan dalam membentuk undang-undang.
2.    Sumber hukum dalam segi Sosiologis
Menurut ahli sosiologis, sumber hokum ialah factor-faktor yang menentukan isi hokum positip, misalnya keadaan ekonomi, pandangan agama, saat-saat psikologis penyelidikan tentang factor-faktor tersebut meminta kerja sama dari berbagai ilmu pengetahuan, lebih-lebih kerja sama antarasejarah (sejarah hokum, agama dan ekonomi), psikologi dan ilmu filsafat.
3.    Sumber hkum dalam arti filsafat.
a.       Dalam filsafat hokum perkataan sumber hokum terutama dipakai dalam 2 arti:
1.      Sebagai sumber untuk isi hukum
2.      Sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari hokum,

e.    Adapun E.Uthrecht dan Moh. Saleh Djindang memandang sumber hokum material dalam beberapa hal, yakni:[9]

1.    Sumber hokum menurut sejarah
Bagi seorang ahli sejarah penting sekali untuk mengetahui bagaimana perkembangan hukum itu dalam sejarahnya. Untuk mengetahui perkembangan hukum tersebut, maka digunakan dua jenis sumber :
a.    Undang-undang serta system hukum tertulis yang pernah berlaku dalam suatu jangka tertentu, misalnya, abad ke-18 yang mungkin oleh pembuat undang-undang dizaman sekarang dipakai ketika hokum sekarang ditetapkan
b.    Terkecuali apa yang disebut pada sub 1, harus juga ia mempergunakan sekalian dkumenn-dokumen, surat-surat dan keterangan lain dari masa yang telah lampau itu pula dan yang memungkinkan ia dapat mengetahui hokum yang pernah berlaku dimasa yang telah lampau lampau itu.
2.    Sumber hokum menurut filosof
Bagi seorang filosuf pertanyaan yang penting adalah: ukuran apakah yang harus dipakai orang sebagai dasar benar-benar sesuatu yang bersifat hal “adil”.
3.    Sumber hokum menurut ahl sosiologi dan ahli antropologi budaya
Bagi seorang ahli sosiologi dan ahli antropologi budaya maka yang menjadi sumber hukumnya ialah masyarakat seluruh, yaitu semua lembaga-lembaga social (social institutions) seperti perkawinan, warisan, hak milik atas tanah, yayasan, dan sebagainya. Setelah mengakhiri peninjauan itu maka dengan sendirinya diketahuilah apa yang dirasa sebagai hokum (kaidah yang diberi sangsi ileh para penguasa masyarakat) dalam lembaga-lembaga social tersebut.
4.    Sumber hokum menurut ahli ekonomi[10]
Yang menjadi sumber ialah apa yang tampak dipenghidupan ekonomi sehari-hari dan apa yang dapat diperkirakan dalam perkembangan ekonomi selanjutnya di hari kemudian sebelum pemerintah membuat peraturan yang bertujuan membatasi persaingan di lapangan dagang.
5.    Ahli agama
Bagi seorang ahli agama (ulama, theology, sarjana teologi) dan bagi para mukmin pada umumnya maka yang menjadi dasar hukum sunguh-sungguh ialah kitab suci, seperti Qur’an, Injil dan sebagainya, tingkah laku dan sikap nabi dan dasar agamanya.
6.    Sumber Hukum Menurut Sarjana Hukum
Dari apa yang diuraikan dalam poin b sub 2 terdahulu (E. Utrecht) M.S. Djindang, SH.”Pengantar Dalam Hukum Indonesia” Bab 1 paragrap 10, dapatlah disimpulkam bahwa penghargaan (penilaian) tentang suatu kaidah disini suatu kaidah yang berusaha memperoleh kwalifikasi (penilaian) kaidah hokum ditentukan dalam perasaan (keyakinan) individu atau terdapa dalam endapat umum (public opinion)[11]

C.  Teori Keadilan

1.    Teori-teori Keadilan Dalam Pandangan Hukum

Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut : teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state.

2.    Teori Keadilan Aritoteles

Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.
Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya.
Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan jasa. Dari pembagian macam keadilan ini Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.

3.    Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial.
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi secara irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia.
Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum nasional yang bersumber pada Pancasila.
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang pengertian adil.
a.    “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.
b.    “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang.
c.    “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran”.

Untuk lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif hukum nasional, terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu.
Dengan pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya diwajibkan memberikan kesempatan kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak hidupnya.
Konsepsi demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan  yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang adil dan beradab.
Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan api, bila apinya besar maka cahayanya pun terang : jadi bila peradabannya tinggi, maka keadilanpun mantap.
Lebih lanjut apabila dihubungkan dengan “keadilan sosial”, maka keadilan itu harus dikaitkan dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial dapat diartikan sebagai:
a.    Mengembalikan hak-hak yang hilang kepada yang berhak.
b.    Menumpas keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha-pengusaha.
c.    Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu, pengusaha-pengusaha dan orang-orang mewah yang didapatnya dengan tidak wajar”.
Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu.
Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya.
Hukum nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu. Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat hukum.[12]












BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.    sumber hukum ialah: segala sesuatu atau apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa.
2.    Macam-macam hukum
a.    Sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, folsafat dan sebagainya.
b.    Sumber hukum formal Antara lain :
1.    Peraturan perundang-undangan (statute).
2.    Kebiasaan (costum).
3.    Keputusan-keputusan hakim (yurisprudensi).
4.    Traktat (treaty)
5.    Doktrin (pendapat sanjana hukum)
3.    Teori keadilan
a.    Teori-teori Keadilan Dalam Pandangan Hukum.
b.    Teori Keadilan Aritoteles.
c.    Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional

B.  Saran
Saran untuk Mahasiswa, agar  lebih mendalami tenteng hak Islam dan semoga dengan adanya pembahasan diatas dapat membantu pendidikan, adapun kritik dan saran selalu kami tunggu.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan.



DAFTAR PUSTAKA

Kansil dan Kansil. 2011. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Mertokusumo, Sudikno. 2008. Mengenal Hukum. Yogyakarta : liberty.
Sudarsono. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta.
http://ugun-guntari.blogspot.co.id/2011/12/teori-keadilan-dalam-perspektif-hukum.html 20/09/2015 10.05 WIB


[1]Kansil dan Kansil. 2011.Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 57
[2] Ibid., hlm.  57
[3] Ibid., hlm 59
[4] SudiknoMertokusumo. 2008. Mengenal Hukum. Yogyakarta : liberty, hlm 82
[5] Ibid., hlm 83
[6] Ibid., hlm 85
[7] Ibid., hlm. 86
[8] Sudarsono. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta, hlm 71
[9] Ibid., hlm 73
[10] Ibid., hlm 76
[11] Ibid., hlm. 70-77
[12]http://ugun-guntari.blogspot.co.id/2011/12/teori-keadilan-dalam-perspektif-hukum.html 20/09/2015 10.05 WIB

0 Response to "Sumber Hukum"

Posting Komentar