BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berbicara mengenai
hukum pada umumnya yang dimaksud dengan hukum merupakan keseluruhan kumpulan-kumpulan
atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama keseluruhan peraturan tentang
tingkah laku yang berlaku dalam sujatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum mengatur
hubungan hukum. Hubungan hukum terdiri dari ikatan-ikatan Antara individu dan
masyarakat dan antar individu itu tersendiri.
Hukum merupakan
hal yang penting untuk mengatur kehidupan, baik secara skala kacil maupun skala
besar.
Sebelum
melangkah lebih jauh mengenai hukum, di sini penulis mencoba memaparkan sedikit
mengenai sumber hukum atau asal mula hukum.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian Sumber Hukum ?
2. Apa macam-macam sumber hukum ?
3. Bagaimana teori keadilan ?
C. Tujuan
Penelitian
1. Supaya Mahasiswa mengetahui pengertian pengertian sumber hukum.
2. Supaya Mahasiswa mengetahui macam-macam sumber hukum.
3. Supaya Mahasiswa mengetahui teori keadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Adapun yang
dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala sesuatu atau apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi
yang tegas dan nyata.[1]
B. Macam – Macam Hukum
1. Sumber hukum dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:[2]
a.
Sumber
hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut
ekonomi, sejarah, sosiologi, folsafat dan sebagainya. Contoh : seorang ahli ekonomi
akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang
menyebabkan timbunya hukum.
b.
Sumber
hukum formal Antara lain :
1)
Peraturan
perundang-undangan (statute)
Undang-undang
ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
diadakan dan dipelihara oleh pengusana Negara. Menurut Buys, undang-undang
mempunyaiu dua arti :
a)
Undang-undang
dalam arti formal ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan
undang-undang karena cara pembuatannya.
b)
Undang-undang
dalam arti material ialah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk.
2)
Kebiasaan
(costum)
Kebiasaan ialah
perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.
Apabilasuatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu
selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang
berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum,
maka dengan demikian timbullah sebuah kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan
hidup dipandang sebagai hukum.
3)
Keputusan-keputusan
hakim (yurisprudensi)
Yurisprudensi
yaitu ketentuan-ketentuan umum tentang perundang-undangan untuk Indonesia yang
dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang dimuat dalam Staasblad 1847 No. 23,
dan hingga saat ini masih berlaku berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945 yang dinyatakan:”segala badan Negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku selama belum diadsakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar
ini”.
4)
Traktat
(treaty)
Apabila dus
orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang suatu hal, maka mereka itu
lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang
bersangkukan terikat pada isu perjanjian yang mereka adakan itu (pact sont
servanda).[3]
Pacta sunt servanda
yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap
perjanjian harus ditaati dan tepati.
5)
Doktrin
(pendapat sanjana hukum)
Pendapat para sarjana hukum yang terlama juga mempunyai kekuasaan
dan pengarus dalam pengambilam keputusan oleh hakim.
Dalam yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang kepada
pendapat seorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu
pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya,
hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal
yang harus diselesaikannya, apalagi sarjana hukum itu menentukan bagaimana
seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut. Terutama dalam
hubungan Internasional, pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang
besar. Dalam hukum Internasional pendapat sarjana hukum merupakan sumber hukum
yang sang penting.
2. Sumber hukum menurut beberapa ahli
a. ALGRA membagi hukum menjadi sumber hukum materiil dan sumber hukum formil :[4]
Sumber
hukum materiil ialah tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum
materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya:
hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social nekonomis,
tradisi(pandangan keagamaan, kesusilaan) , hasil penelitian ilmiah
(kriminologi, lalu lintas), perkembangan internasional, keadaan geografis. Ini
semuanya merupakan obyek studi penting bagi sosiolgi hukum.
Sumber
hukum formil merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini terkait dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan
hukum itu formal berlaku. Iyalah undang-undang, perjanjian antar Negara, yuris
prudensi, dan kebiassaan
b. Van APELDOORN membedakan empat macam sumber hukum yaitu :[5]
1.
Sumber
hukum dalam arti histori, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam
sejarah atau dari segi hisroris. Sumber hukum dalam arti historis ini dibagi
lebih lanjut menjadi dua, yaitu :
a.
Sumber
hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenal hukum secara
historis : dokumen-dokumen kuno dll.
b.
Sumber
hukum yang merupakan tempat pembentuk undang-undang mengambil bahannya.
2.
Sumber
hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan factor-faktor yang
menentuikan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama
dll.
3.
Sumber
hukum dalam arti filosofis, yang dibagi lebih lanjut menjadi dua :
a.
Sumber
isi hukum : disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga
pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini, yaitu :
-
Pandangan
theocratis : menurut pandangan ini isi hukum berasal dari Tuhan.
-
Pandangan
hukum kodrat : menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia.
-
Pandangan
mazab hoistoris : menurut pandangan ini isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
b.
Sumber
kekuatan mengikat dari hukum : mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat,
mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bikan
semata-mata didasarkan pada kakuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena
kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.
4.
Sumber
hukum dalam arti formil : yang dimaksudkan ialah sumber dilihat dari cara terjadinya
hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat
hakim dan penduduk. Isinysa timbul dari kesadaran rakyat. Agar dapat berupa
peraturan tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang,
kebiasaan dan traktat atau perjanjian antar Negara.
Menurut TAP MPR no. III/2000 sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila, sedangkan tata urutan perundang-undangan adalah :[6]
1.
Undang-undang
Dasar 1945, yang merupakan sumber dasar tertulis Negara Republik Indonesia dan
memuad dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara. Undang-undang
Dasar 1945 yang semula dianggap kramar dan tidak boleh diubah, sejak 19 Oktober
1999 telah mengalami 4 kali amandemen. Undang-undang Dasar adalah produk hukum
dan sebagai hukum yang fungsinya adalah melindungi kepentingan manusia maupun
masyarakat yang selalu dinamis hahur berkembang mengikuti perkembangan
(kepentingan) masyarakat, sehingga tidak boleh statis
2.
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.
Undang-undang
yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama presiden untuk melaksanakan
Undang-Undang Dasar 1945 serta ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang dibuat oleh Presiden dalam hal ikhwal
kepentingan dengan ketentuan :
a.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan
b.
DPR
dapat menerima atau menolak dengan tidak mengadakan perubahan
c.
Jika
dotolak maka harus dacabut
5.
Peraturan
pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan pemerintah undang-undang. [7]
6.
Keputusan
Presiden bersifat mengatur dan dibuat oleh presiden untuk menjalankan fungsi
dan tugasnya berupa pengaturan pelaksaan administrasi Negara dan administrasi
pemerintahan.
7.
Peraturan
daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan
menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
a.
Peraturan
Daerah Provinsi dibuat oleh DPR Provinsi dengan Gubernur.
b.
Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPR Kabupaten Kota bersama Bupati/Walikota.
c.
Peraturan
Desa atau setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat,
sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh
peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
c. Menurut E.Utrecht
Sumber-sumber
hukum materiil yaitu perasaan hukum (keyakinan hukum) individu dan pendapat
umum (public opinion) yang menjadi determinan material membentuk hokum
menentukan isi dari hokum, sedang sumber-sumber hokum formil, yang menjadi determinan
formil membentuk hokum (formile determinanten van de rechtsvorming) menentukan
berlakunya dari hukum.
d. Menurut Prof.Mr.Dr.L.J. Apeldoorn, sumber hokum material melitputi:[8]
1.
Sumber
hokum dalam arti Sejarah
Ahli sejarah
memakai perkataan sumber hokum dalam arti:
a.
Dalam
arti sumber pengenalan hokum, yakni semu tulisan, document, inskripsi, dan
sebagainya, dari mana kitaa dapat belajar mengenal hokum sesuati bangsa pada
sesuatu waktu.
b.
Dalam
arti sumber-sumber dari mana pembenyuk undang-undang memperoleh bahan dalam
membentuk undang-undang.
2.
Sumber
hukum dalam segi Sosiologis
Menurut ahli
sosiologis, sumber hokum ialah factor-faktor yang menentukan isi hokum positip,
misalnya keadaan ekonomi, pandangan agama, saat-saat psikologis penyelidikan
tentang factor-faktor tersebut meminta kerja sama dari berbagai ilmu
pengetahuan, lebih-lebih kerja sama antarasejarah (sejarah hokum, agama dan
ekonomi), psikologi dan ilmu filsafat.
3.
Sumber
hkum dalam arti filsafat.
a.
Dalam
filsafat hokum perkataan sumber hokum terutama dipakai dalam 2 arti:
1.
Sebagai
sumber untuk isi hukum
2.
Sebagai
sumber untuk kekuatan mengikat dari hokum,
e. Adapun E.Uthrecht dan Moh. Saleh Djindang memandang sumber hokum material dalam beberapa hal, yakni:[9]
1.
Sumber
hokum menurut sejarah
Bagi seorang
ahli sejarah penting sekali untuk mengetahui bagaimana perkembangan hukum itu
dalam sejarahnya. Untuk mengetahui perkembangan hukum tersebut, maka digunakan
dua jenis sumber :
a.
Undang-undang
serta system hukum tertulis yang pernah berlaku dalam suatu jangka tertentu,
misalnya, abad ke-18 yang mungkin oleh pembuat undang-undang dizaman sekarang
dipakai ketika hokum sekarang ditetapkan
b.
Terkecuali
apa yang disebut pada sub 1, harus juga ia mempergunakan sekalian
dkumenn-dokumen, surat-surat dan keterangan lain dari masa yang telah lampau
itu pula dan yang memungkinkan ia dapat mengetahui hokum yang pernah berlaku
dimasa yang telah lampau lampau itu.
2.
Sumber
hokum menurut filosof
Bagi seorang
filosuf pertanyaan yang penting adalah: ukuran apakah yang harus dipakai orang
sebagai dasar benar-benar sesuatu yang bersifat hal “adil”.
3.
Sumber
hokum menurut ahl sosiologi dan ahli antropologi budaya
Bagi seorang
ahli sosiologi dan ahli antropologi budaya maka yang menjadi sumber hukumnya
ialah masyarakat seluruh, yaitu semua lembaga-lembaga social (social
institutions) seperti perkawinan, warisan, hak milik atas tanah, yayasan, dan
sebagainya. Setelah mengakhiri peninjauan itu maka dengan sendirinya
diketahuilah apa yang dirasa sebagai hokum (kaidah yang diberi sangsi ileh para
penguasa masyarakat) dalam lembaga-lembaga social tersebut.
4.
Sumber
hokum menurut ahli ekonomi[10]
Yang menjadi
sumber ialah apa yang tampak dipenghidupan ekonomi sehari-hari dan apa yang
dapat diperkirakan dalam perkembangan ekonomi selanjutnya di hari kemudian
sebelum pemerintah membuat peraturan yang bertujuan membatasi persaingan di
lapangan dagang.
5.
Ahli
agama
Bagi seorang
ahli agama (ulama, theology, sarjana teologi) dan bagi para mukmin pada umumnya
maka yang menjadi dasar hukum sunguh-sungguh ialah kitab suci, seperti Qur’an,
Injil dan sebagainya, tingkah laku dan sikap nabi dan dasar agamanya.
6.
Sumber
Hukum Menurut Sarjana Hukum
Dari apa yang
diuraikan dalam poin b sub 2 terdahulu (E. Utrecht) M.S. Djindang,
SH.”Pengantar Dalam Hukum Indonesia” Bab 1 paragrap 10, dapatlah disimpulkam
bahwa penghargaan (penilaian) tentang suatu kaidah disini suatu kaidah yang
berusaha memperoleh kwalifikasi (penilaian) kaidah hokum ditentukan dalam
perasaan (keyakinan) individu atau terdapa dalam endapat umum (public opinion)[11]
C. Teori Keadilan
1. Teori-teori Keadilan Dalam Pandangan Hukum
Teori-teori
Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan
sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.
Berbagai macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori
ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran.
Diantara teori-teori itu dapat disebut : teori keadilan Aristoteles dalam
bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a
theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya
general theory of law and state.
2. Teori Keadilan Aritoteles
Pandangan
Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya nichomachean
ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku nicomachean ethics,
buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum
Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum
hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.
Pada pokoknya
pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan
persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional.
Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama.
Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan
hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya
sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya.
Lebih lanjut,
keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan,
keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah
keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan
commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan
prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan
jasa. Dari pembagian macam keadilan ini Aristoteles mendapatkan banyak
kontroversi dan perdebatan.
Keadilan
distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan
barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan
mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak
Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan
nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan
distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.
3. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional
Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar
negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische
grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap penting
bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung
nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan
yang berkeadilan sosial.
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang menghargai,
mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan,
penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan
tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa Indonesia.
Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan dalam sikap,
tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia dalam hal ini
sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia
Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi secara
irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai sumber hukum nasional
bangsa Indonesia.
Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju
pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi :
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang menjadi persoalan
sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum nasional yang
bersumber pada Pancasila.
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat
tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang pengertian adil.
a.
“Adil”
ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.
b.
“Adil”
ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang.
c.
“Adil”
ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa
kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang
jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran”.
Untuk lebih lanjut
menguraikan tentang keadilan dalam perspektif hukum nasional, terdapat
diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial. Adil dan keadilan adalah
pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada
pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya
apabila kita mengakui “hak hidup”, maka sebaliknya harus mempertahankan hak
hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak
pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga
memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada
diri individu.
Dengan
pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya diwajibkan memberikan
kesempatan kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak hidupnya.
Konsepsi
demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari Pancasila sebagai sumber
hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya menginstruksikan agar
senantiasa melakukan perhubungan yang
serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang lainnya
sehingga tercipta hubungan yang adil dan beradab.
Hubungan adil
dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan api, bila apinya besar maka
cahayanya pun terang : jadi bila peradabannya tinggi, maka keadilanpun mantap.
Lebih lanjut
apabila dihubungkan dengan “keadilan sosial”, maka keadilan itu harus dikaitkan
dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial dapat diartikan
sebagai:
a.
Mengembalikan
hak-hak yang hilang kepada yang berhak.
b.
Menumpas
keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha-pengusaha.
c.
Merealisasikan
persamaan terhadap hukum antara setiap individu, pengusaha-pengusaha dan
orang-orang mewah yang didapatnya dengan tidak wajar”.
Sebagaimana
diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari hidup
dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang
yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama halnya dengan
perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya
orang yang dihakimi itu.
Keadilan sosial
menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang berkeadilan
sosial itu harus menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan Individu
yang lainnya.
Hukum nasional
hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan didalam
perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan
keadilan-keadilan yang bersifat umum diantara sebagian dari keadilan-keadilan
individu. Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara
hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam
kelompok masyarakat hukum.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. sumber hukum ialah: segala sesuatu atau apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa.
2. Macam-macam hukum
a.
Sumber
hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut
ekonomi, sejarah, sosiologi, folsafat dan sebagainya.
b.
Sumber
hukum formal Antara lain :
1.
Peraturan
perundang-undangan (statute).
2.
Kebiasaan
(costum).
3.
Keputusan-keputusan
hakim (yurisprudensi).
4.
Traktat
(treaty)
5.
Doktrin
(pendapat sanjana hukum)
3. Teori keadilan
a.
Teori-teori
Keadilan Dalam Pandangan Hukum.
b.
Teori
Keadilan Aritoteles.
c.
Perspektif
Keadilan Dalam Hukum Nasional
B. Saran
Saran untuk Mahasiswa, agar
lebih mendalami tenteng hak Islam dan semoga dengan adanya pembahasan
diatas dapat membantu pendidikan, adapun kritik dan saran selalu kami tunggu.
Demikianlah
yang dapat kami sampaikan, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena
terbatasnya pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil dan Kansil. 2011. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Mertokusumo, Sudikno. 2008. Mengenal
Hukum. Yogyakarta : liberty.
Sudarsono. 2001. Pengantar Ilmu
Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta.
http://ugun-guntari.blogspot.co.id/2011/12/teori-keadilan-dalam-perspektif-hukum.html
20/09/2015 10.05 WIB
[1]Kansil
dan Kansil. 2011.Pengantar Ilmu Hukum Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 57
[2]
Ibid., hlm. 57
[3]
Ibid., hlm 59
[4]
SudiknoMertokusumo. 2008. Mengenal Hukum. Yogyakarta : liberty, hlm 82
[5]
Ibid., hlm 83
[6]
Ibid., hlm 85
[7]
Ibid., hlm. 86
[8]
Sudarsono. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta, hlm 71
[9]
Ibid., hlm 73
[10]
Ibid., hlm 76
[11]
Ibid., hlm. 70-77
[12]http://ugun-guntari.blogspot.co.id/2011/12/teori-keadilan-dalam-perspektif-hukum.html
20/09/2015 10.05 WIB
0 Response to "Sumber Hukum"
Posting Komentar